Ilutrasi |
Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah yang mencapai US$ 187,7 miliar atau sekitar Rp 2.684,1 triliun atau tumbuh 3,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu untuk ULN swasta US$ 197,1 miliar tumbuh 12,8% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Peneliti INDEF menyebut pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Presiden Joko Widodo melakukan evaluasi terkait utang tersebut. "Jadi sekarang saatnya Menkeu dan tim ekonomi pak Jokowi evaluasi lagi lah. Di mana masalah efektifitas utangnya. Jangan sampai kurang efektif tapi tambah terus," ujar Bhima, Sabtu (18/5/2019).
Dia menyampaikan, hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang stagnan, konsumsi rumah tangga yang tidak naik signifikan. "Ini akan jadi beban untuk generasi berikutnya," jelas dia.
Bhima menjelaskan upaya front loading yang dilakukan awal tahun ini belum mampu mendorong konsumsi rumah tangga kuartal I 2019. "Bisa dicek konsumsi hanya tumbuh di angka 5%, padahal sudah ada banyak belanja pemerintah seperti bantuan sosial, dana desa, gaji pegawai dan belanja pemilu yang sebagian didanai dari pinjaman," imbuh dia.
Menurut Bhima, utang juga belum terbukti mampu menciptakan stimulus untuk perekonomian. Pembangunan infrastruktur yang didanai utang beberapa diantaranya masih di bawah kapasitas penggunaan, karena kurang matang dan terencana.
Sumber : detik Finance