Ilutrasi Penyimpangan Subsidi i LPG 3kg |
Jakarta l linkbisnis.co.id - Lebih dari satu dekade lalu, tepatnya pada 2007, LPG dikenalkan ke masyarakat Indonesia untuk gantikan pemakaian minyak tanah. Dulu, LPG adalah solusi dan salah satu upaya pemerintah untuk konversi energi.
11 tahun kemudian, LPG jadi primadona. Hampir semua rumah tangga RI menggunakan bahan bakar gas ini untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi masalahnya, antara kebutuhan dan pasokan tidak seimbang.
Dari penggunaan 1,9 juta metrik ton (MT) di 2008, penggunaan LPG terus melonjak. Hingga menyentuh 7,11 juta MT di 2017.
Untuk 2018, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam acara penandatanganan kerjasama gasifikasi batu bara dengan PT Bukit Asam (PTBA) juga menyinggung soal permintaan di 2018 yang menyentuh angka serupa, yakni 7,3 juta MT.
Mirisnya, meski produksi gas Indonesia berlimpah ketimbang minyak, urusan LPG masih harus impor.
Dalam acara yang sama, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, Indonesia saat ini masih mengimpor 70% kebutuhan LPG dalam negeri. Jumlah impornya mencapai 5,5 juta ton per tahun. "Impor LPG ini turut menyumbang defisit neraca perdagangan dan menggerus devisa," kata Rini, Rabu (16/1/2019).
11 tahun kemudian, LPG jadi primadona. Hampir semua rumah tangga RI menggunakan bahan bakar gas ini untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi masalahnya, antara kebutuhan dan pasokan tidak seimbang.
Dari penggunaan 1,9 juta metrik ton (MT) di 2008, penggunaan LPG terus melonjak. Hingga menyentuh 7,11 juta MT di 2017.
Untuk 2018, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam acara penandatanganan kerjasama gasifikasi batu bara dengan PT Bukit Asam (PTBA) juga menyinggung soal permintaan di 2018 yang menyentuh angka serupa, yakni 7,3 juta MT.
Mirisnya, meski produksi gas Indonesia berlimpah ketimbang minyak, urusan LPG masih harus impor.
Dalam acara yang sama, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, Indonesia saat ini masih mengimpor 70% kebutuhan LPG dalam negeri. Jumlah impornya mencapai 5,5 juta ton per tahun. "Impor LPG ini turut menyumbang defisit neraca perdagangan dan menggerus devisa," kata Rini, Rabu (16/1/2019).
Subsidi LPG Makin Menggunung
LPG termasuk salah satu barang subsidi yang menelan anggaran belanja cukup besar. Terutama dengan adanya program tabung gas 3 kg atau tabung gas melon, yang konsumsinya terus melonjak setiap tahun.
Kementerian Keuangan mencatat kenaikan pos subsidi, didorong oleh pertumbuhan subsidi energi yang mencapai 57,27% YoY ke angka Rp 153,5 triliun. Secara rinci, subsidi BBM & LPG naik 106,38% YoY ke Rp 97 triliun, sementara subsidi listrik tumbuh 11,66% YoY ke Rp 56,5 triliun.
Pertumbuhan subsidi BBM & LPG yang sebesar 2 kali lipat lebih itu lantas menjadi yang terbesar dibandingkan pos belanja pemerintah lainnya. Realisasi subsidi BBM& LPG bahkan sudah mencapai 207% dari target APBN 2018. Artinya, kuota subsidi untuk solar dan LPG di tahun ini sudah jebol cukup parah.
Kenaikan harga minyak mentah dunia ditambah pelemahan rupiah, nampaknya berkontribusi bengkaknya subsidi BBM & LPG. Di sepanjang tahun 2018, harga minyak jenis brent memang jeblok 19,55% secara point-to-point. Namun, rata-rata harga di tahun lalu adalah sebesar US$ 71,67/barel, naik dari rata-rata tahun 2017 sebesar US$ 54,75/barel.
Khusus untuk komoditas LPG, tercatat bahwa subsidi LPG mulai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2017, yakni mencapai Rp38,75 triliun. Jumlah itu merupakan nominal kedua tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Padahal, pada 2015 dan 2016, subsidi LPG sudah lumayan terpangkas di kisaran Rp20 triliun, seiring menurunnya harga komoditas global.
Pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati subsidi energi di tahun 2019 menjadi Rp 157,7 triliun. Naik tipis dibanding usulan pemerintah sebelumnya Rp 156,5 triliun.
Alokasi subsidi ini naik karena ada perubahan di sisi asumsi makro RAPBN 2019 terkait kurs, yang semula nilai tukar rupiah terhadap dolar ditentukan Rp 14.400 kini jadi Rp 14.500. Alhasil, terdapat selisih hitungan Rp 1,25 triliun yang kemudian mendongkrak alokasi subsidi.
Untuk asumsi lainnya masih sesuai usulan yakni ICP (harga minyak mentah Indonesia) US$ 70 per barel. Sementara target lifting/produksi 775 ribu barel sehari.
Rincinya adalah;
- Subsidi BBM 2019 Rp 33,36 T
- Subsidi LPG 2019 Rp 72,32 T
(dengan catatan carry over sebanyak Rp 500 miliar ke tahun anggaran berikutnya)
Alokasi subsidi ini naik karena ada perubahan di sisi asumsi makro RAPBN 2019 terkait kurs, yang semula nilai tukar rupiah terhadap dolar ditentukan Rp 14.400 kini jadi Rp 14.500. Alhasil, terdapat selisih hitungan Rp 1,25 triliun yang kemudian mendongkrak alokasi subsidi.
Untuk asumsi lainnya masih sesuai usulan yakni ICP (harga minyak mentah Indonesia) US$ 70 per barel. Sementara target lifting/produksi 775 ribu barel sehari.
Rincinya adalah;
- Subsidi BBM 2019 Rp 33,36 T
- Subsidi LPG 2019 Rp 72,32 T
(dengan catatan carry over sebanyak Rp 500 miliar ke tahun anggaran berikutnya)
Sumber : CNBC Indonesia