Karawang l linkbisnis.co.id - Bupati Karawang dr. Hj. Cellica Nurrachadiana sebagai narasumber/pemateri pada acara Diskusi Umum dengan tema "Kertas Dengan Sentuhan Pena, Manusia Berkedudukan Sama" yang diselenggarakan oleh Korps HMI Wati Cabang Karawang bertempat di Cafe Gastronom, Karawang, Senin, (5/2).
Dalam acara tersebut beliau di temani oleh pemateri lain yaitu Hj. Lina Ketua Partai Perempuan & Pendiri Kaukus Politik Perempuan Indonesia Cabang Karawang, Wenny AA Dosen Fisip, Yunda Mun'im Hanifah Ketua Fatayat NU Karawang.
Dalam paparannya beliau menjelaskan apa arti dari perempuan multitalenta. Menurut beliau arti kata dari Multitalenta adalah seseorang yang memiliki segala keahlian dan kemampuan, Karena di Era Globalisasi ini wanita/perempuan harus mempunyai keahlian dan kemampuan yang lebih dengan kaum laki laki. Oleh sebab itu, dirinya mengajak kepada peserta acara yang didominasi oleh kaum perempuan ini agar sama sama menaikan harkat dan martabat kaum perempuan di dunia khususnya di Kabupaten Karawang.
Selain itu, dirinya meminta agar kaum perempuan di Kabupaten Karawang bisa lebih aktif lagi dalam segala kegiatan baik Pemerintahan maupun Organisasi. Karena berawal dari sinilah derajat kaum perempuan bisa ditingkatkan dengan kaum laki laki. Beliau memberikan contoh dirinya sendiri yang aktif dalam organisasi dari semasa sekolah sampai saat ini bisa menduduki jabatan sebagai Bupati Karawang. semua ini tidak luput dari kerja keras dan proses yang sangat panjang serta ridho kedua orang tua.
Dalam akhir diskusinya beliau meminta kepada peserta diskusi agar memberikan kritik dan saran yang tertuang dalam "Kertas Dengan Sentuhan Pena" sesuai dengan tema diskusi. Dan dirinya mengucapkan Selamat Milad HMI & KORPS HMI WATI yang ke 71 semoga HMI terus jaya dan selalu bersinergi dengan Pemerintahan Kabupaten Karawang.
Sejarah Berdirinya
Korps HMI-WAti (KOHATI)
Dalam teater kemanusiaan, diskursus mengenai perempuan sudah ada sejak manusia itu dilahirkan, baik status, tugas, juga hak dan kewajiban. Perkembangan pemikiran seiring dengan paradigma masyarakat pada masanya (gradual), begitu dalam dengan masalah perempuan. Pada awalnya tugas dan peranan perempuan berada pada bidang mengurusi anak, rumah dan sekitarnya (domestik) kemudian kini mulai merambah pada sektor publik. Isu marginalisasi satu jenis dari lainnya serta beberapa perilaku ketidak adilan menjadi headline pembicaraan masyarakat. Begitu pula halnya dengan Himpunan mahasiswa Islam (HMI). Sejak berdirinya, kontribusi besar perempuan sudah nampak. Hal itu dapat dilihat pada sosok dan peran aktif dua orang hawa yaitu Maesaroh Hilal dan Siti Zaenah yang secara struktural terlibat dalam kepengurusan (Maesaroh Hilal bendahara II). Kemudian menyusullah HMI-Wati lainnya seperti Tejaningsih, Siti Baroroh Bried, dan Tujimah. Mereka adalah inang – inang pengasuh HMI pada awal kelahiran KOHATI.
Potensi HMI-wati di HMI sangat besar. Selama ini kaum wanita dalam HMI hanya sebagai objek dari pengkaderan HMI. Masalah- masalah kewanitaan di HMI semula kurang mendapat porsi pengarapan secara wajar. Kegiatan HMI -wati hanya di tampung dalam bentuk seksi atau departemen keputrian. Akhirnya timbul kesadaran bahwa potensi HMI wati perlu ditingkatkan dari sekedar objek menjadi subjek, Sehingga mereka dapat mengembangkan diri secara khusus untuk merespon perkembangan dan aktivitas KOHATI, 3 bulan menjelang kongres ke 8-HMI 1966, Pengurus besar HMI dengan surat keputusan No. 239 / A/ Sek / 1966, tertanggal 11 Juni 1966 membentuk Corps HMI wati. Untuk sementara Corps ini di bentuk pada tingkat cabang, komisariat dan rayon dengan status semi otonom. Pembentukan KOHATI secara nasional di realisir pada Munas I KOHATI dalam kongres ke 8 HMI di Surakarta, 10 - 17 september 1966.
Konstitusi yang mengatur KOHATI dituangkan dalam Peraturan Dasar KOHATI. Bab II pasal 5 peraturan dasar tertera tujuan KOHATI, yaitu “meningkatkan kualitas dan peranan HMI wati dan perjuangan untuk mencapai tujuan
tujuan HMI pada umumnya dan bidang kewanitaan khususnya. “status KOHATI semi otonom dalam struktur HMI. KOHATI mempunyai struktur kepengurusan vertical dari PB sampai ke cabang –cabang, komisariat dan rayon HMI. Seperti dilaporkan PB HMI, bahwa perkembangan KOHATI sangat cepat, karena HMI sebagai induknya sudah ada di berbagai cabang, komisariat, rayon di Indonesia, di samping KOHATI berstatus semi otonom. Pada usianya yang kedua setengah tahun, KOHATI berhasil membentuk 70 cabang dari 110 cabang HMI.
Dari perkembangan ini, di beberapa tempat timbul konflik organisatoris disebabkan adanya penyempurnaan organisasi KOHATI. Konflik tersebut timbul karena HMI kurang mampu mengelola oragnisasi dengan baik, sehingga KOHATI terdorong ke arah sikap - sikap yang ekslusif. Hal inipun diakui KOHATI sendiri. Akibatnya, di beberapa cabang terjadi “salah tindak” dan “salah pengertian “ antara HMI wan dan HMI wati yang menimbulkan penilaian negatif terhadaap KOHATI, seperti anggapan bahwa HMI wati mengalami eklusifisme dan sentrafugalisme. Akibatnya, HMI mengangap KOHATI ingin melepaskan dari HMI, Sementara kohati sendiri seolah olah seperti di lepaskan dari HMI, ini semua terjadi karena kurangnya koordinasi HMI. Untuk mengantisipasi persoalan persoalan yang timbul, dilakukanperbaikan mekanisme organisasi baik mikro maupun makro. Komunikasi timbal balik antara KOHATI dengan HMI, dan komunikasi antar sesama aparat KOHATI ditingkatkan. Juga dilakukan pembinaan personil KOHATI secara kuantitatif maupun kualitatif melalui pengkaderan khusus HMI wati. Sementara itu, di forum – forum ekstern, peranan KOHATI cukup menentukan baik dalam KAWI. BMPII, GOWI maupun koordinasi wanita sektor Golkar.
Kongres ke -9 HMI di Malang, 3-10 Mei 1969 mengubah Pedoman Dasar KOHATI menjadi pedoman KOHATI. Dalam pedoman KOHATI, tujuan KOHATI ditiadakan. Statusnya berubah dari semi otonom menjadi KOHATI sebagai aparat HMI berbentuk Korps,yang secara operasional menjadi salah satu departemen dalam jabatan struktural HMI. Struktur organisasi kembali pada bentuk semula, berdiri secara vertikal mulaidari PB HMI, cabang, komisariat dan rayon. Pedoman KOHATI yang baru mengatur bahwa struktur KOHATI ada di jabatan struktural tingkat KOHATI PB, cabang, badko, dimana ada badko HMI. Sedangkan KOHATI di korkom, komisariat, rayon di bentuk jika diperlukan.
Ada dua alasan yang paling mendasar membuat KOHATI didirikan yaitu: 1. Secara internal, departemen keputrian yang ada pada waktu itu sudah tidak mampu lagi menampung aspirasi para kader HMI-Wati, disamping basic-needs anggota tentang berbagai persoalan perempuan kurang bisa di fasilitasi oleh HMI. Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung aspirasi HMI-Wati juga diharapkan HMI-Wati secara internal memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang muncul dari basic-needs anggotanya sendiri yaitu kader HMI-Wati.
2. Secara eksternal, HMI mengalami tantangan yang cukup pelik dikaitkan dengan hadirnya lawan ideologis HMI yaitu komunis yang masuk melalui pintu gerakan perempuan (GERWANI). Selain itu maraknya pergerakan perempuan yang ditandai dengan munculnya organisasi perempuan dengan berbagai fariasi bentuk ideologi, pilihan isu, maupun strategi gerkannya membuat HMI harus merapatkan barisannya dengan cara terlibat aktif dalm kancah gerakan perempuan yang berbasis organisasi perempuan.
Atas dasar pertimbangan itulah pada tanggal 17 September 1966 M bertepatan dengan 2 Jumadil Akhir 1386 H pada Kongres VII di Solo dideklarasikan KOHATI. Terpilih sebagai Ketua Umum KOHATI pertama waktu itu adalah Anniswati Rokhlan (Pembahasan tentang sejarah, dilaksanakan tersendiri dalam Bedah Pedoman Dasar KOHATI, materi sejarah).
By : Juned
Dalam acara tersebut beliau di temani oleh pemateri lain yaitu Hj. Lina Ketua Partai Perempuan & Pendiri Kaukus Politik Perempuan Indonesia Cabang Karawang, Wenny AA Dosen Fisip, Yunda Mun'im Hanifah Ketua Fatayat NU Karawang.
Dalam paparannya beliau menjelaskan apa arti dari perempuan multitalenta. Menurut beliau arti kata dari Multitalenta adalah seseorang yang memiliki segala keahlian dan kemampuan, Karena di Era Globalisasi ini wanita/perempuan harus mempunyai keahlian dan kemampuan yang lebih dengan kaum laki laki. Oleh sebab itu, dirinya mengajak kepada peserta acara yang didominasi oleh kaum perempuan ini agar sama sama menaikan harkat dan martabat kaum perempuan di dunia khususnya di Kabupaten Karawang.
Selain itu, dirinya meminta agar kaum perempuan di Kabupaten Karawang bisa lebih aktif lagi dalam segala kegiatan baik Pemerintahan maupun Organisasi. Karena berawal dari sinilah derajat kaum perempuan bisa ditingkatkan dengan kaum laki laki. Beliau memberikan contoh dirinya sendiri yang aktif dalam organisasi dari semasa sekolah sampai saat ini bisa menduduki jabatan sebagai Bupati Karawang. semua ini tidak luput dari kerja keras dan proses yang sangat panjang serta ridho kedua orang tua.
Dalam akhir diskusinya beliau meminta kepada peserta diskusi agar memberikan kritik dan saran yang tertuang dalam "Kertas Dengan Sentuhan Pena" sesuai dengan tema diskusi. Dan dirinya mengucapkan Selamat Milad HMI & KORPS HMI WATI yang ke 71 semoga HMI terus jaya dan selalu bersinergi dengan Pemerintahan Kabupaten Karawang.
Sejarah Berdirinya
Korps HMI-WAti (KOHATI)
Dalam teater kemanusiaan, diskursus mengenai perempuan sudah ada sejak manusia itu dilahirkan, baik status, tugas, juga hak dan kewajiban. Perkembangan pemikiran seiring dengan paradigma masyarakat pada masanya (gradual), begitu dalam dengan masalah perempuan. Pada awalnya tugas dan peranan perempuan berada pada bidang mengurusi anak, rumah dan sekitarnya (domestik) kemudian kini mulai merambah pada sektor publik. Isu marginalisasi satu jenis dari lainnya serta beberapa perilaku ketidak adilan menjadi headline pembicaraan masyarakat. Begitu pula halnya dengan Himpunan mahasiswa Islam (HMI). Sejak berdirinya, kontribusi besar perempuan sudah nampak. Hal itu dapat dilihat pada sosok dan peran aktif dua orang hawa yaitu Maesaroh Hilal dan Siti Zaenah yang secara struktural terlibat dalam kepengurusan (Maesaroh Hilal bendahara II). Kemudian menyusullah HMI-Wati lainnya seperti Tejaningsih, Siti Baroroh Bried, dan Tujimah. Mereka adalah inang – inang pengasuh HMI pada awal kelahiran KOHATI.
Potensi HMI-wati di HMI sangat besar. Selama ini kaum wanita dalam HMI hanya sebagai objek dari pengkaderan HMI. Masalah- masalah kewanitaan di HMI semula kurang mendapat porsi pengarapan secara wajar. Kegiatan HMI -wati hanya di tampung dalam bentuk seksi atau departemen keputrian. Akhirnya timbul kesadaran bahwa potensi HMI wati perlu ditingkatkan dari sekedar objek menjadi subjek, Sehingga mereka dapat mengembangkan diri secara khusus untuk merespon perkembangan dan aktivitas KOHATI, 3 bulan menjelang kongres ke 8-HMI 1966, Pengurus besar HMI dengan surat keputusan No. 239 / A/ Sek / 1966, tertanggal 11 Juni 1966 membentuk Corps HMI wati. Untuk sementara Corps ini di bentuk pada tingkat cabang, komisariat dan rayon dengan status semi otonom. Pembentukan KOHATI secara nasional di realisir pada Munas I KOHATI dalam kongres ke 8 HMI di Surakarta, 10 - 17 september 1966.
Konstitusi yang mengatur KOHATI dituangkan dalam Peraturan Dasar KOHATI. Bab II pasal 5 peraturan dasar tertera tujuan KOHATI, yaitu “meningkatkan kualitas dan peranan HMI wati dan perjuangan untuk mencapai tujuan
tujuan HMI pada umumnya dan bidang kewanitaan khususnya. “status KOHATI semi otonom dalam struktur HMI. KOHATI mempunyai struktur kepengurusan vertical dari PB sampai ke cabang –cabang, komisariat dan rayon HMI. Seperti dilaporkan PB HMI, bahwa perkembangan KOHATI sangat cepat, karena HMI sebagai induknya sudah ada di berbagai cabang, komisariat, rayon di Indonesia, di samping KOHATI berstatus semi otonom. Pada usianya yang kedua setengah tahun, KOHATI berhasil membentuk 70 cabang dari 110 cabang HMI.
Dari perkembangan ini, di beberapa tempat timbul konflik organisatoris disebabkan adanya penyempurnaan organisasi KOHATI. Konflik tersebut timbul karena HMI kurang mampu mengelola oragnisasi dengan baik, sehingga KOHATI terdorong ke arah sikap - sikap yang ekslusif. Hal inipun diakui KOHATI sendiri. Akibatnya, di beberapa cabang terjadi “salah tindak” dan “salah pengertian “ antara HMI wan dan HMI wati yang menimbulkan penilaian negatif terhadaap KOHATI, seperti anggapan bahwa HMI wati mengalami eklusifisme dan sentrafugalisme. Akibatnya, HMI mengangap KOHATI ingin melepaskan dari HMI, Sementara kohati sendiri seolah olah seperti di lepaskan dari HMI, ini semua terjadi karena kurangnya koordinasi HMI. Untuk mengantisipasi persoalan persoalan yang timbul, dilakukanperbaikan mekanisme organisasi baik mikro maupun makro. Komunikasi timbal balik antara KOHATI dengan HMI, dan komunikasi antar sesama aparat KOHATI ditingkatkan. Juga dilakukan pembinaan personil KOHATI secara kuantitatif maupun kualitatif melalui pengkaderan khusus HMI wati. Sementara itu, di forum – forum ekstern, peranan KOHATI cukup menentukan baik dalam KAWI. BMPII, GOWI maupun koordinasi wanita sektor Golkar.
Kongres ke -9 HMI di Malang, 3-10 Mei 1969 mengubah Pedoman Dasar KOHATI menjadi pedoman KOHATI. Dalam pedoman KOHATI, tujuan KOHATI ditiadakan. Statusnya berubah dari semi otonom menjadi KOHATI sebagai aparat HMI berbentuk Korps,yang secara operasional menjadi salah satu departemen dalam jabatan struktural HMI. Struktur organisasi kembali pada bentuk semula, berdiri secara vertikal mulaidari PB HMI, cabang, komisariat dan rayon. Pedoman KOHATI yang baru mengatur bahwa struktur KOHATI ada di jabatan struktural tingkat KOHATI PB, cabang, badko, dimana ada badko HMI. Sedangkan KOHATI di korkom, komisariat, rayon di bentuk jika diperlukan.
Ada dua alasan yang paling mendasar membuat KOHATI didirikan yaitu: 1. Secara internal, departemen keputrian yang ada pada waktu itu sudah tidak mampu lagi menampung aspirasi para kader HMI-Wati, disamping basic-needs anggota tentang berbagai persoalan perempuan kurang bisa di fasilitasi oleh HMI. Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung aspirasi HMI-Wati juga diharapkan HMI-Wati secara internal memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang muncul dari basic-needs anggotanya sendiri yaitu kader HMI-Wati.
2. Secara eksternal, HMI mengalami tantangan yang cukup pelik dikaitkan dengan hadirnya lawan ideologis HMI yaitu komunis yang masuk melalui pintu gerakan perempuan (GERWANI). Selain itu maraknya pergerakan perempuan yang ditandai dengan munculnya organisasi perempuan dengan berbagai fariasi bentuk ideologi, pilihan isu, maupun strategi gerkannya membuat HMI harus merapatkan barisannya dengan cara terlibat aktif dalm kancah gerakan perempuan yang berbasis organisasi perempuan.
Atas dasar pertimbangan itulah pada tanggal 17 September 1966 M bertepatan dengan 2 Jumadil Akhir 1386 H pada Kongres VII di Solo dideklarasikan KOHATI. Terpilih sebagai Ketua Umum KOHATI pertama waktu itu adalah Anniswati Rokhlan (Pembahasan tentang sejarah, dilaksanakan tersendiri dalam Bedah Pedoman Dasar KOHATI, materi sejarah).
By : Juned